
Tren Wisata Bali 2026: Makanan Lokal, Agrikultur, dan Healing Jadi Primadona
Siap-siap! Tren liburan di Bali makin seru dengan fokus ke makanan lokal, pertanian berkelanjutan, dan wisata wellness. Kenapa petani lokal penting banget buat masa depan pariwisata Bali? Cari tahu di sini!
Bali, siapa sih yang nggak kenal keindahan pantainya? Tapi, jauh sebelum sektor pariwisata menjamur, lho, pertanian adalah raja di Pulau Dewata. Meskipun saat ini fokus ekonomi bergeser, jangan sampai kita melupakan peran penting makanan dan pertanian, terutama bagi masa depan traveling yang lebih sustain.
Tahun 2026 diprediksi jadi momen balik arah, di mana makanan lokal, agrikultur, dan wellness (kesehatan) akan jadi trendsetter utama liburan di Bali!
Petani Lokal Adalah Kunci Utama Pariwisata Bali
Petani Bali, khususnya di wilayah Kintamani, punya potensi luar biasa yang sering terlewat. Pasar produk pertanian di Bali itu masif, bukan cuma soal sayur segar, lho. Mulai dari teh, kopi, bahan skincare alami, hingga pewarna natural—pertanian bisa banget jadi wajah baru pariwisata Bali, berdampingan dengan budaya dan alamnya yang memukau.
I Gusti Ngurah Rai Suryawijaya, Ketua Indonesian Hotel and Restaurant Association (PHRI) Badung, baru-baru ini menyoroti pentingnya kolaborasi erat antara sektor perhotelan dan petani lokal. Ironisnya, banyak hotel, restoran, bahkan rumah tangga kelas menengah masih kebanjiran produk pertanian dari luar Bali.
“Sebenarnya ini sederhana sekali. Produk lokal ini harus diprioritaskan,” tegas Suryawijaya. Lantas, apa sih hambatannya?
Menurut Suryawijaya, masalah utamanya adalah konsistensi (kontinuitas) pasokan. Sektor pariwisata sering ragu memprioritaskan produk lokal karena faktor ini:
- Kualitas dan harga harus kompetitif.
- Kontinuitas pasokan wajib dijaga. Jangan sampai minggu ini ada, besoknya hilang.
Untuk itu, ia menyerukan perlunya perbaikan sistem dan kerja sama yang lebih baik, mulai dari petani hingga ke konsumen, lewat sektor pariwisata. “Kami butuh manajemen yang sistematis, melibatkan Perumda (Perusahaan Umum Daerah), koperasi, atau apa pun—sesuatu yang bisa menjembatani produksi petani kita,” tutupnya.
Tren Wellness dan Gastronomi yang Makin Dilirik
Buat para petani, ini adalah kabar baik! Permintaan untuk inisiatif ekowisata dan agrowisata lagi tinggi-tingginya, baik dari turis domestik maupun internasional. Para pelancong kini mencari cara untuk “reconnect” dengan alam dan meningkatkan kesehatan (wellness) mereka.
Kementerian Pariwisata RI bahkan sudah mengumumkan bahwa promosi pengalaman gastronomi, wellness, dan wisata maritim di Bali dan seluruh nusantara adalah fokus utama mereka di tahun 2026 dan seterusnya. Jadi, siap-siap lihat lebih banyak promosi wisata kuliner dan kesehatan yang berbasis di komunitas pertanian pedesaan!
Pengalaman ini bisa berlevel mewah, seperti yang ditawarkan hotel bintang lima, atau yang lebih grassroots dan membumi.
Astungkara Way dan Sanggraloka: Contoh Nyata Regenerasi
Organisasi seperti Astungkara Way di Tabanan adalah contoh bagus dari gerakan regenerasi ini. Mereka menawarkan berbagai aktivitas dan pengalaman imersif bagi wisatawan yang ingin terhubung langsung dengan komunitas pertanian, budaya, dan ekosistem Bali. Ini beberapa contohnya:
- Kunjungan langsung ke kebun dan belajar mendalam tentang regenerative farming.
- Ikut siklus padi tradisional dengan pengalaman langsung ‘kaki di lumpur’ (feet-in-the-mud) sebagai day trip.
- Ekspedisi menginap (overnight expedition) ke komunitas yang jarang dikunjungi untuk cultural getaway yang otentik dan berdampak positif.
Tak hanya yang bersifat membumi, resor bintang lima juga berlomba-lomba menciptakan pengalaman wellness yang menggabungkan makanan sehat dan pertanian berkelanjutan. Tim dari Sanggraloka Ubud, misalnya, sangat mempromosikan pariwisata berkelanjutan dalam penawaran wellness mereka, karena keduanya saling berkaitan erat: tidak ada kesehatan manusia tanpa kesehatan planet.
General Manager Sanggraloka Ubud, Komang Kariyana, menceritakan bahwa area resor mereka awalnya hanyalah kebun sayur lokal yang dialiri Sungai Tukad Oos. Mereka mendesain area tersebut agar menyatu sempurna dengan alam. Air terjun setinggi 2,5 meter yang kini jadi daya tarik utama, bahkan terbentuk secara alami setelah penataan batu untuk bendungan.
Inisiatif sederhana namun berdampak besar seperti inilah yang akan semakin sering kita lihat di Bali beberapa tahun mendatang. Ini bukan cuma soal liburan, tapi soal bagaimana pariwisata bisa menjadi pendorong kesehatan planet dan kesehatan manusia secara bersamaan. Bali kembali ke akarnya, dan kita semua diundang untuk ikut merasakannya!