Tragedi Feri Bali: Peringatan untuk Keselamatan Maritim di Asia Tenggara

Tragedi tenggelamnya feri di Bali menyoroti masalah keselamatan maritim di Asia Tenggara, diperparah oleh cuaca ekstrem dan kurangnya penegakan hukum. Cari tahu apa yang bisa dilakukan untuk mencegahnya!

Awal Juli lalu, kita dikejutkan dengan berita tenggelamnya feri di Bali. Kejadian ini jadi sorotan tajam soal keselamatan maritim di wilayah Asia Tenggara. Para ahli bilang, cuaca ekstrem yang makin parah ditambah lagi penegakan hukum yang kurang ketat jadi penyebab utama.

Feri Tunu Pratama Jaya berangkat dari ujung timur Jawa tanggal 2 Juli malam. Tujuan mereka adalah Pelabuhan Gilimanuk di Bali, nyeberangin Selat Bali yang jaraknya sekitar 4,5 km. Perjalanan ini biasanya cuma 45 menit, tapi kali ini jadi mimpi buruk.

Menurut penumpang yang selamat, ombak besar tiba-tiba datang dan menghantam feri dengan keras. Kapal oleng, air masuk, dan mesin mati. Dalam hitungan menit, feri tenggelam.

Sayangnya, banyak dari 65 orang di dalam feri nggak sempat pakai jaket pelampung atau naik ke rakit penyelamat. Mereka yang selamat pun harus berjuang di tengah ombak selama berjam-jam sebelum akhirnya diselamatkan.

Sampai hari Kamis (10 Juli), 15 jenazah sudah ditemukan. Petugas khawatir jumlah korban akan terus bertambah karena masih ada 20 orang yang hilang.

Kenapa Ini Terjadi? Cuaca Ekstrem dan Kurangnya Pengawasan

Tenggelamnya feri di Bali ini bukan kejadian pertama. Dalam beberapa tahun terakhir, ada banyak kecelakaan laut serupa di Asia Tenggara. Analis bilang, ini semua gara-gara cuaca ekstrem yang makin nggak bisa diprediksi.

Indonesia dan Malaysia mencatat peningkatan jumlah kecelakaan laut dalam beberapa tahun terakhir. Cuaca ekstrem bikin kondisi laut makin nggak stabil dan membahayakan kapal.

Para ilmuwan percaya perubahan iklim bukan cuma mengubah pola cuaca, tapi juga bikin cuaca ekstrem makin sering terjadi. Asia Tenggara yang terletak di antara Samudra Pasifik dan Hindia rentan banget sama perubahan iklim ini.

Apa yang Bisa Dilakukan?

Para ahli sepakat, ada beberapa hal yang perlu dibenahi:

  • Penegakan hukum yang lebih ketat: Pemerintah harus lebih tegas dalam menerapkan aturan keselamatan maritim.
  • Peremajaan kapal: Kapal-kapal tua yang nggak layak harus segera diganti.
  • Peningkatan teknologi: Kapal harus dilengkapi dengan teknologi yang bisa memantau cuaca dan memberikan peringatan dini.
  • Kesadaran masyarakat: Penumpang harus sadar pentingnya keselamatan dan nggak boleh menolak pakai jaket pelampung.

Pelajaran dari Thailand

Thailand pernah mengalami masalah serupa dengan penegakan hukum yang longgar. Tapi, setelah tragedi tenggelamnya kapal turis di Phuket tahun 2018, Thailand langsung berbenah. Mereka memperketat aturan keselamatan dan mewajibkan semua penumpang pakai jaket pelampung.

Hasilnya, nggak ada lagi kecelakaan laut besar di Thailand sejak saat itu. Ini bukti kalau penegakan hukum yang ketat bisa menyelamatkan nyawa.

Saatnya Berubah

Tragedi feri di Bali ini harus jadi pelajaran berharga buat kita semua. Cuaca ekstrem makin nggak bisa diprediksi, jadi kita harus lebih waspada dan meningkatkan keselamatan maritim. Pemerintah, operator kapal, dan penumpang harus kerja sama buat mencegah kejadian serupa terulang lagi.

Dengan penegakan hukum yang ketat, teknologi yang canggih, dan kesadaran masyarakat yang tinggi, kita bisa bikin perjalanan laut di Asia Tenggara jadi lebih aman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.