Turis Backpacker Sayangkan Pernyataan Menteri Luhut
[ad_1]
AMLAPURA- Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan akan menyaring kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali, salah satunya dari kunjungan wisatawan backpacker mendapat tanggapan dari salah seorang turis backpacker bernama Michael Chesny yang kini berada di Karangasem.
Kata dia, dari pernyataan Luhut tersebut menjadi pemberitaaan di beberapa negara. Sejumlah kalangan pun menyayangkan adanya pernyataan tersebut yang menganggap bahwa turis backpacker kerap membuat kotor dan tidak berkualitas. “Kalau dibilang turis backpacker itu kotor dan tidak berkualitas saya heran,” ujar Michael Senin (20/9).
Michael yang telah berada di Bali sejak 20 tahun lalu pun mengungkapkan bahwa pemerintah Indonesia tidak bisa memandang turis backpacker hanya dari kemasan. Karena menurutnya, banyak turis backpacker justru yang menjaga kebersihan dan juga dari kalangan orang kaya. “Ini kan soal gaya traveling saja. Turis backpacker itu ada dari kalangan miskin sampai yang kaya. Backpacker hanya karakter turis yang ingin menikmati perjalanan dengan simple,” jelas pria asal Kanada ini.
Bule yang tinggal di kawasan Desa Seraya Barat, Kecamatan Karangasem ini menganggap, dari pernyataan tersebut akan berdampak buruk bagi citra pariwisata Bali yang saat ini tengah terpuruk.
Dari pernyataan itu, sejumlah turis backpacker di dunia langsung menanggapi melalui saluran media sosial masing-masing. “Meraka tentunya menyayangkan. Di sejumlah negara tidak ada yang memperlakukan backpacker seperti itu. Kalau dibilang yang datang harus turis berkualitas, Bali ini terkenal di mancanegara awalnya dari turis backpacker yang sudah ada sejak tahun 70an,” sebutnya.
Sementara soal anggapan turis backpacker sedikit menghabiskan uang saat liburan ke Bali, menurutnya hal tersebut tidak bisa dijadikan patokan bahwa turis backpacker tidak berkualitas. Karena selama ini, turis backpacker berbelanja secara langsung ke para pedagang kecil. “Jadi merekalah yang merasakan dampak ekonomi secara langsung. Seperti warung, dagang bakso. Tidak bisa diskriminasi begitu,” ucapnya.
Sebelum Covid-19 mewabah, lanjutnya, 30 persen kunjungan wisawatan mancanagera ke Bali dari kalangan backpacker. Bahkan saat ini masih tersisa dibeberapa wilayah seperti Canggu dan beberapa wilayah lainnya.
Sementara itu, anggota DPRD Bali dapil Karangasem, I Wayan Kari Subali juga menyatakan tidak setuju apabila ada larangang bagi turis backpacker datang ke Bali. Seharusnya pemerintah dalam hal ini bisa memberikan persyaratan bagi turis backpacker ini. “Sebagai proteksi juga, karena kan banyak juga turis backpacker itu sampai over stay di Bali. Visa sudah habis. Mestinya backpacker yang datang ke Bali harus ada jaminan. Kalau melarang sama sekali ya, tidak setuju,” tuturnya.
Jaminan uang yang dimaksud Kari Subali adalah, agar bisa mengontrol keberadaan turis backpacker. “Misalnya berapa jumlah uangnya. Berapa bulan dia mau di Bali. Harus ada pertimbangan seperti itu, agar tidak terlalu bebas juga. Kalau bebas juga banyak turis yang over stay di Bali,” tukasnya.
[ad_2]
Sumber Berita