Heboh, Sulinggih Diusir di Forum Mahasabha?
[ad_1]
Belum reda heboh unggahan status di akun medsos facebook milik @Gayatri Mantra yang menyeret nama sejumlah tokoh Hindu dan pejabat penting di Bali, kini unggahan yang membuat heboh publik kembali terjadi.
Kali ini, heboh warganet ini menyusul tulisan status yang diunggah pemilik akun @Pan Cubling.
Berikut tulisan status yang diunggah dan kemudian disebarkan ke sejumlah grup medsos dan bikin heboh;
“KENAPA SULINGGIH DIUSIR DAN TIDAK BOLEH MENGIKUTI MAHASABHA yang notabena PHDI ITU MILIKNYA SABHA PANDITA…..mohon pencerahannya!!’’
Sontak, atas munculnya status itu, langsung menuai banyak respon dan komentar dari pengguna media sosial facebook.
Salah satunya respon dilontarkan Pegiat atau Penekun Warisan Budaya khususnya Pura Kuno di Bali I Made Iwan Pranajaya.
Atas tulisan atau narasi status itu, Iwan Pranajaya meminta kejujuran dari pengunggah status (Pemilik akun @Pan Cubling) dengan memberikan bukti dan saksi.
‘’Ini narasi yang perlu kejujuran orang bernama @Pan Cubling untuk memberikan bukti dan saksi, dan data lainnya?’’ kata Iwan Pranajaya.
Bahkan lanjutnya, selain @Pan Cubling, ia juga meminta adanya penyebar di aplikasi WhatsApp grup terkait pengusiran sulinggih di forum Mahasabha VIII Tahun 2001 silam.
‘’Tidak hanya @Pan Cubling, sebelum ini juga beredar di WA (WhatsApp) Group, seakan-akan pada Mahasabha VIII Tahun 2001 ada pengusiran sulinggih dari forum Mahasabha. Tidak disebut, siapa nama orang yang mengusir, mengapa diusir, dan sebagainya,’’imbuh Iwan Pranajaya.
Kata Iwan Pranajaya, selaku pengayah yang ikut dalam kepengurusan PHDI, dia lalu mencari informasi, apa betul ada pengusiran sulinggih dalam Mahasabha PHDI tahun 2001?
‘’Dari orang-orang yang menjadi saksi Mahasabha 2001 di Sanur, menceritakan apa yang diantaranya terjadi. Mahasabha VIII tahun 2001 tersebut, ada pembaharuan AD/ART,”ungkapnya.
Di mana kata Iwan, organ PHDI yang terdiri sabha pandita, sabha walaka, dan pengurus harian, diperjelas, bahwa sabha pandita menjadi organ tertinggi PHDI.
Sabha Walaka sebagai organ pemikir dan pemberi masukan untuk sabha pandita membuat bhisama atau keputusan. Sedangkan pengurus harian sebagai pelaksana keputusan-keputusan PHDI.
Sebelumnya, ketua umum diposisikan sulinggih, sementara di draf AD/ART 2001, ketua umum dijabat oleh walaka dan sabha pandita dijadikan organ tertinggi dengan kewenangan mandiri dan dipimpin dharma adhyaksa.
“Nah, rupanya ada yang memprovokasi Sulinggih, seakan-akan dengan walaka menjadi ketua umum, itu dianggap membawahkan Pandita. Padahal, sabha pandita merupakan organ tertinggi, di atas pengurus harian yang terdiri walaka,”terang Iwan.
Iwan menjelaskan, kewenangan sabha pandita tidak bisa dicampuri oleh Walaka. Hal ini berbeda dari AD/ART sebelumnya, di mana kewenangan sabha pandita tidak penuh, karena harus dilaporkan lagi dalam Mahasabha.
“Rupanya, sulinggih yang diberikan masukan menyesatkan, terprovokasi seakan walaka berada di atas sulinggih dalam struktur organisasi,”sambungnya.
Di forum itu lalu ada sulinggih tertentu menyatakan tidak mau ikut bertanggung jawab atas keputusan yang diambil, lalu pamit meninggalkan Mahasabha. Bahasa anak muda sekarang, itu namanya ‘’walk out’’ (WO). ‘
“Walk out, seperti halnya di DPR, itu sah saja. Tapi, menurut keterangan yang saya dapatkan, beliau-beliau walk out karena mendapat informasi yang keliru. Apalagi, kalau ada informasi bahwa Sulinggih dilarang, seperti status @Pan Cubling, dimana logikanya?” lanjut Iwan.
Untuk itu, jika benar ada pengusiran atau larangan, ia meminta agar disebutkan namanya.
‘’Kalau benar ada yang mengusir atau melarang, sebutkan namanya, agar jangan menarasikan isu dan fitnah. Nyatanya, Mahasabha VIII tahun 2001, tidak hanya dihadiri sulinggih yang tidak ikut walk out, tetapi berhasil membentuk sabha pandita dengan dharma adhyaksa terpilih, Ida Pedanda Ketut Sebali Tianyar Arimbawa. Mana buktinya, sulinggih dilarang? Nyatanya, ada Sabha Pandita, ada dharma adhyaksa yang notabene sulinggih. Sabha Pandita PHDI tahun 2001 itu bukan para walaka. Tunjukkan kalau @Pan Cubling punya data, bahwa tidak ada sulinggih di Mahasabha 2001,’’ cetus Iwan lagi.
Iwan juga menjelaskan, perubahan AD/ART dimaksudkan untuk memuliakan sabha pandita.
Selain menjadi organ tertinggi, juga agar Sulinggih tidak terbebani urusan-urusan administrasi, surat menyurat, pertanggungjawaban keuangan dan pelaksanaan program, untuk dipertanggungjawabkan di Mahasabha. Porsi itu diberikan ke Ketua Umum.
‘’Mengapa, tidak lain untuk memuliakan pandita atau sulinggih. Bayangkan, kalau sulinggih menjadi Ketua Umum, lalu diminta menyampaikan pertanggungjawaban di Mahasabha.
Lalu ada penolakan, atau catatan-catatan kritis, apakah masih sulinggih bisa dimuliakan?, kalau pertanggungjawabannya ditolak misalnya?
Apalagi kalau sampai ada pertanggungjawaban keuangan yang berujung kasus hukum, betapa sedihnya kalau sulinggih terbawa-bawa,’’tukas Iwan.
[ad_2]
Sumber Berita